HRD dalam Pengaturan Program Cuti Melahirkan
![]() |
HRD dalam Pengaturan Program Cuti Melahirkan |
Peran Strategis HRD dalam Mengelola Program Cuti Melahirkan sesuai UU KIA 2024
Memastikan Kepatuhan terhadap Regulasi Ketenagakerjaan
Departemen Sumber Daya Manusia (HRD) memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa seluruh kebijakan perusahaan sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam konteks cuti melahirkan, HRD wajib memahami dan mengimplementasikan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 82 yang memberikan hak cuti melahirkan selama tiga bulan. Namun, dengan disahkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA), HRD kini harus menyesuaikan kebijakan internal karena durasi cuti diperluas hingga enam bulan.
Dalam aturan baru tersebut, karyawan perempuan berhak atas cuti selama enam bulan dengan skema pembayaran yang diatur secara proporsional: tiga bulan pertama dibayar penuh, bulan keempat dan kelima tetap dibayar penuh, sementara bulan keenam diberikan sebesar 75% dari gaji. Kebijakan ini menunjukkan bahwa negara berupaya memberikan perlindungan yang lebih baik bagi ibu dan anak, dan HRD berperan penting dalam memastikan penerapannya tanpa mengganggu operasional perusahaan. Selain itu, HRD juga perlu memastikan bahwa karyawan tetap menerima hak-hak lain seperti Tunjangan Hari Raya (THR) dan tunjangan sosial selama masa cuti, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Menyusun dan Mengkomunikasikan Kebijakan Internal
Setelah memahami aturan hukum, HRD perlu menyusun kebijakan internal perusahaan yang selaras dengan undang-undang tersebut. Kebijakan ini harus dituangkan secara tertulis dalam buku panduan karyawan, SOP (Standard Operating Procedure), maupun sistem HRIS agar mudah diakses. Dalam penyusunan prosedur pengajuan cuti melahirkan, HRD perlu memperjelas langkah-langkah yang harus diikuti karyawan, mulai dari pengisian formulir, penyertaan surat keterangan dokter atau bidan, hingga waktu pengajuan yang ideal sebelum cuti dimulai.
Sosialisasi merupakan tahap penting agar seluruh karyawan mengetahui hak dan kewajiban mereka. HRD perlu mengkomunikasikan informasi ini secara transparan melalui email resmi, intranet perusahaan, atau sesi employee briefing. Sosialisasi juga mencakup hak cuti bagi ayah sebagai pendamping, di mana UU KIA 2024 memberikan waktu hingga lima hari kerja (dua hari wajib dan tiga hari tambahan jika dibutuhkan). Dengan langkah ini, HRD tidak hanya menjalankan fungsi administratif, tetapi juga membangun budaya perusahaan yang menghargai keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan keluarga.
Bagi HRD yang ingin memperdalam wawasan dalam penyusunan kebijakan semacam ini, berbagai panduan praktis dapat ditemukan di Tips HRD yang membahas beragam strategi pengelolaan sumber daya manusia sesuai perkembangan regulasi terbaru.
Mengelola Administrasi dan Proses Cuti Melahirkan
Peran administratif HRD dalam cuti melahirkan meliputi pengelolaan dokumen, pencatatan data, hingga koordinasi antarbagian. Saat menerima pengajuan cuti, HRD harus memastikan bahwa surat permohonan disertai dokumen pendukung seperti surat keterangan medis yang mencantumkan perkiraan tanggal persalinan. Setelah pengajuan diterima, HRD wajib mencatat data tersebut dalam sistem manajemen SDM agar status cuti tercatat resmi dan dapat dimonitor.
Selain itu, HRD perlu berkoordinasi dengan atasan langsung karyawan untuk menyiapkan rencana penugasan ulang sementara. Hal ini penting agar beban kerja tim tetap seimbang selama karyawan menjalani masa cuti. Misalnya, perusahaan dapat menunjuk pengganti sementara atau melakukan pembagian tugas agar target operasional tetap tercapai. Koordinasi semacam ini juga membantu menjaga komunikasi yang sehat antara karyawan, tim, dan manajemen.
Dalam proses ini, HRD berfungsi sebagai penghubung yang memastikan bahwa hak karyawan terlindungi tanpa mengorbankan efisiensi perusahaan. Semua proses administrasi harus dilakukan dengan penuh empati, mengingat cuti melahirkan adalah momen penting yang melibatkan kondisi emosional dan fisik karyawan.
Memberikan Dukungan dan Pendampingan kepada Karyawan
Peran HRD tidak berhenti pada tahap administratif saja. HRD juga berperan sebagai penyedia dukungan moral dan profesional bagi karyawan yang sedang memasuki masa melahirkan. Salah satu praktik baik yang dapat dilakukan adalah mengadakan pertemuan pra-cuti, di mana HRD membantu karyawan memahami detail cuti, hak-hak mereka, serta rencana transisi pekerjaan.
Selama masa cuti, HRD dapat tetap menjaga komunikasi dengan karyawan jika disetujui, misalnya untuk memberikan informasi tentang perubahan kebijakan atau kabar penting di perusahaan. Komunikasi yang baik akan membuat karyawan merasa tetap terhubung tanpa merasa terbebani. Ketika masa cuti berakhir, HRD perlu memfasilitasi proses kembali bekerja dengan lancar. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan fleksibilitas jadwal, menyediakan ruang laktasi, atau bahkan menerapkan program back-to-work support untuk membantu karyawan beradaptasi kembali dengan ritme kerja.
Upaya seperti ini menunjukkan komitmen perusahaan terhadap kesejahteraan karyawan dan keluarganya. HRD yang peduli akan memastikan bahwa kebijakan cuti melahirkan tidak hanya dijalankan secara formal, tetapi juga mencerminkan nilai kemanusiaan dan keseimbangan kerja.
Menjaga Keseimbangan antara Kepatuhan dan Kemanusiaan
Mengelola cuti melahirkan bukan hanya soal memastikan ketaatan hukum, tetapi juga tentang membangun kepercayaan dan loyalitas. HRD harus mampu menyeimbangkan kepentingan perusahaan dengan kebutuhan personal karyawan. Implementasi UU KIA 2024 menjadi momen penting bagi HRD untuk memperkuat sistem kerja yang lebih ramah keluarga.
Perusahaan yang berhasil menerapkan kebijakan cuti melahirkan dengan baik cenderung memiliki tingkat retensi karyawan yang lebih tinggi dan citra positif sebagai tempat kerja yang inklusif. Dalam jangka panjang, hal ini dapat meningkatkan produktivitas dan menumbuhkan rasa bangga karyawan terhadap perusahaan. Oleh karena itu, HRD perlu terus memperbarui pengetahuan dan kebijakannya agar selalu relevan dengan dinamika regulasi dan kebutuhan karyawan modern.
Untuk HRD yang ingin memperdalam praktik terbaik dalam penerapan kebijakan kerja yang humanis dan berbasis kepatuhan hukum, sumber seperti Tips HRD dapat menjadi referensi inspiratif dalam pengembangan strategi manajemen SDM di era baru.
Dengan menjalankan seluruh peran ini secara konsisten, HRD tidak hanya memastikan kepatuhan hukum dalam pelaksanaan cuti melahirkan, tetapi juga berkontribusi dalam membangun budaya kerja yang menghargai kesejahteraan ibu, anak, dan keluarga. Pendekatan yang berimbang antara aturan dan empati inilah yang akan membawa perusahaan menuju keberlanjutan yang sesungguhnya.