Cara HRD Menentukan Kebutuhan Training
Apa Itu Training Needs Analysis (TNA) dan Cara Melakukannya dengan Contoh Praktis
Training Needs Analysis (TNA) atau analisis kebutuhan pelatihan adalah langkah penting bagi perusahaan untuk memastikan program pelatihan karyawan benar-benar relevan dengan kebutuhan bisnis. Banyak perusahaan yang menyusun training tanpa dasar data, sehingga hasilnya tidak optimal dan investasi pelatihan justru terbuang sia-sia. Dengan melakukan TNA, HR dapat mengidentifikasi kesenjangan keterampilan, menentukan prioritas pelatihan, dan merancang program pengembangan yang efektif.
Artikel ini akan membahas definisi TNA, alasan mengapa proses ini penting, tahapan pelaksanaannya, hingga contoh nyata yang bisa langsung diterapkan di organisasi Anda.
Mengapa Training Needs Analysis Sangat Penting?
Training bukan sekadar rutinitas tahunan. Ketika dilakukan tanpa analisis, pelatihan sering kali tidak menyelesaikan masalah utama kinerja karyawan. TNA membantu perusahaan memahami kebutuhan aktual dengan cara yang lebih terukur.
![]() |
Cara HRD Menentukan Kebutuhan Training |
Beberapa alasan mengapa TNA sangat penting:
-
Mendeteksi gap keterampilan lebih cepat – HR dapat mengidentifikasi keterampilan apa yang benar-benar kurang di organisasi.
-
Mendukung strategi bisnis – program pelatihan bisa langsung diarahkan untuk mendukung target perusahaan, bukan sekadar aktivitas administratif.
-
Efisiensi biaya – anggaran training menjadi lebih tepat sasaran karena hanya difokuskan pada area prioritas.
-
Meningkatkan motivasi karyawan – ketika karyawan merasa pelatihan relevan dengan pekerjaannya, mereka lebih termotivasi untuk belajar.
Menurut SHRM (Society for Human Resource Management), analisis kebutuhan pelatihan adalah fondasi dari setiap program L&D yang sukses karena menyelaraskan pengembangan SDM dengan strategi bisnis jangka panjang.
Langkah-Langkah Melakukan Training Needs Analysis
Agar lebih sistematis, berikut tahapan utama dalam proses TNA yang bisa diadaptasi oleh HR di berbagai ukuran organisasi.
1. Definisikan Tujuan Organisasi
Langkah pertama adalah memahami strategi perusahaan. Apa tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang ingin dicapai? Apakah fokusnya peningkatan produktivitas, pelayanan pelanggan, atau inovasi produk? Dari sini, HR dapat memetakan kompetensi apa yang harus diperkuat.
Misalnya, sebuah perusahaan ritel yang ingin meningkatkan pengalaman pelanggan perlu melatih karyawan frontliner dalam komunikasi dan problem solving.
2. Identifikasi Masalah Spesifik
Setelah tujuan organisasi jelas, lakukan observasi di lapangan. Gunakan data dari performance review, hasil exit interview, atau survey karyawan. Tanyakan:
-
Apakah ada divisi yang kesulitan mencapai target?
-
Apakah ada keluhan pelanggan yang berulang karena keterampilan tertentu kurang?
Contohnya, jika tim sales tidak mencapai target, bisa jadi bukan hanya masalah motivasi, tapi kurangnya keterampilan negosiasi.
3. Tentukan Kompetensi yang Dibutuhkan
Buat daftar keterampilan dan pengetahuan yang harus dimiliki setiap divisi. Jangan lupa, setiap unit kerja memiliki kebutuhan berbeda. Tim finance misalnya butuh pelatihan compliance dan regulasi, sementara tim marketing lebih membutuhkan skill digital campaign dan analisis data.
McKinsey (2023) mencatat bahwa perusahaan yang memiliki peta kompetensi yang jelas mampu meningkatkan produktivitas hingga 25% lebih tinggi dibanding yang tidak.
4. Susun Prioritas dan Timeline Pelatihan
Tidak semua kebutuhan pelatihan bisa dijalankan sekaligus. HR perlu membuat prioritas sesuai urgensi dan budget. Misalnya, pelatihan terkait compliance hukum harus didahulukan karena berhubungan dengan risiko perusahaan, sementara pelatihan soft skills bisa dijadwalkan setelahnya.
Gunakan matriks sederhana di Excel atau software HR untuk memantau progress pelatihan karyawan, sehingga hasilnya bisa terukur.
Contoh Praktis Penerapan TNA
Mari ambil contoh pada sebuah perusahaan startup teknologi dengan 200 karyawan. HR melakukan survey dan menemukan bahwa tim customer support sering menghadapi kesulitan menyelesaikan komplain pelanggan. Dari analisis, ternyata penyebab utamanya adalah kurangnya skill komunikasi asertif dan pengetahuan produk yang mendalam.
Langkah HR adalah:
-
Menghubungkan dengan tujuan organisasi – perusahaan ingin meningkatkan kepuasan pelanggan.
-
Mengidentifikasi gap – tim support kurang dalam soft skills dan product knowledge.
-
Merancang program pelatihan – workshop komunikasi asertif + sesi internal product deep dive.
-
Evaluasi hasil – mengukur apakah setelah pelatihan jumlah komplain turun dan kepuasan pelanggan naik.
Dari studi kasus sederhana ini terlihat bagaimana TNA dapat memastikan training benar-benar memberikan dampak yang terukur.
Tips dan Best Practice dalam Training Needs Analysis
Agar hasil TNA lebih maksimal, ada beberapa tips yang perlu diperhatikan:
-
Libatkan manajer lini – mereka lebih tahu kesenjangan keterampilan di tim masing-masing.
-
Gunakan kombinasi metode – wawancara, kuesioner, data kinerja, hingga observasi langsung.
-
Pertimbangkan compliance – beberapa pelatihan wajib secara hukum dan tidak boleh diabaikan.
-
Fokus pada kebutuhan mayoritas – prioritaskan pelatihan yang dampaknya luas, bukan hanya untuk individu tertentu.
-
Tinjau ulang secara berkala – kebutuhan pelatihan selalu berubah seiring perkembangan bisnis dan teknologi.
Dengan cara ini, TNA tidak hanya menjadi formalitas, melainkan bagian strategis dari HR yang berdampak langsung pada performa organisasi.
Hubungkan dengan Strategi HR Lainnya
Training Needs Analysis sebaiknya tidak berdiri sendiri. Proses ini perlu terhubung dengan strategi HR lainnya seperti rekrutmen, onboarding, manajemen kinerja, dan employee engagement. Dengan begitu, hasil analisis kebutuhan pelatihan akan memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi organisasi.
Jika Anda ingin membaca lebih banyak panduan HR yang aplikatif, Anda bisa mengunjungi Tips HRD yang menyediakan berbagai referensi praktis bagi praktisi HR di Indonesia.
Profil Penulis
Ditulis oleh: [Nama Penulis]
[Penulis] adalah praktisi HR dengan pengalaman lebih dari 10 tahun di bidang pengembangan SDM, rekrutmen, dan manajemen kinerja. Saat ini aktif mendampingi berbagai perusahaan di sektor teknologi dan manufaktur dalam menyusun strategi HR yang berbasis data. Ia juga sering menjadi trainer untuk pelatihan leadership dan employee development di berbagai seminar HR nasional.
Terhubung dengan [Nama Penulis] melalui [LinkedIn].
Catatan: Artikel ini disusun berdasarkan praktik HR modern dan sumber terpercaya seperti SHRM serta McKinsey. Informasi bersifat edukatif dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing organisasi.